Kado Untuk Ibu
Cermin Aulia
Gubrak…aduh!
Rani langsung memandang kearah suara yang ganduh, dia kaget seorang ibu terjatuh tersungkur sedangkan dangangannya berserakan kemana-mana. Dia langsung menghampiri ibu itu tadi, dia langsung merapihkan barang-barang yang berserakan. Dia menatap wajah wanita sebaruh baya dengan tatapan penuh kasihan dan prihatin, betapa tidak baju yang dikenakan ibu itu penuh tambalan serta lusuh seperti tidak pernah di setrikaan sama sekali.
“Ibu, nggak apa-apa” Tanya Rani manatap tajam pada ibu itu.
“Nggak, nak. Ibu nggak apa-apa terimakasih atas pertolongannya”
Dia tersenyum manis. Hatinya tiba-tiba bergetar seketika dikala ibu tadi manatap wajah dia. Ada sebuah kelembutan yang merasuki hati dia, begitu pula yang dirasakan oleh wanita itu, dia sepertinya pernah melihat wajah itu, tapi dimana, dia lupa wajah yang di miliki oleh gadis yang di hadapannya. Tak lama kemudian Rani minta diri untuk pulang, wanita itu menganguk seketika juga. Tiba-tiba hati Rani seperti ada sesuatu yang hilang di hatinya setelah dia pamitan dengan wanita tadi. Ada sebuah kerinduan yang dalam, tapi perasaan itu dia tepiskan dengan lembut.
***
Rumah Dunia, 02 Agustus 2007
“Ran, slamat ya! Cerpenmudi muat, lho!” Ujar Ririn sambil memeluk Rani dengan rasa suka ria.
“Cerpenku? Yang mana yah! Di muat dimana?” Tanya Rani bingung. Masalahnya dia sudah banyak sekali ngirim ke Kaibon, tapi tidak ada satupun yang di terima oleh kaoibon, jadi ketika dia mendengar cerpen dia diamuat hanya begong saja seperti mimpi, Tapi kebingungan itu terjawab seketika juga setelah Ririn memberikan majalah Kaibon yang ada tulisan dia. Di hati dia ada sebuah letupan untuk tetap maju, tak terasa ada air mata yang meleleh di sudut matanya.
“Selamat yah!” Senyum Ririn manis.
“Makasih ya Rin” Tatap Rani tulus.
Ririn menganguk seketika, melihat sebuah kegembiraan yang terpancar di wajah Rani. Dia paham sekali kalau Rina gembira juga kerena dia tahu kalau cerpen Rina baru masuk biarpun beberapa kali Rina mengirimnya.
“Rin, emangnya Nidu nggak ngasih tahu kalau cerpenmu masuk?” Tanya Ririn menatap wajah sahabatnya
“Nggak, salah aku sih! Aku nggak nyamtumkan nomer hpku saat ngirim cerpen, percuma kalau nyantumkan juga kalau nggak diterima juga” Senyum Rani manis.
Hari itu juga Rani gembira sekali. Tapi setelah dia sampai ke rumahnya ada sebuah rahasia yang melukai hati dia yang paling dalam. Mamahnya menceritqkan apa yang terjadi.
“Mama, jahat…mama jahat…” tangis Rani.
Hati dia sakit sekali mendengar apa yang di ceritakan mamanya, dia langsung masuk kamar dan membanting daun pintu dengan kerassnya. Mamanya yang berada di ruang tamu hanya bisa mengucamkan istigfar dan mengurut dadanya. Hati wanita setengah baya itu menyesal telah menceritakan semuanya, tapi dia perlu menceritakan siapa sebenarnya Rani itu. Mamanya langsung menuju kamar Rani yang tak jauh di ruang tamu.
“Ran, maafkan mama kalau mama salah. Perlu kamu ketahui mama dan ayahmu saying sama kamu mama lakukan ini kerena mama nggak ingin kamu melupakan siapa wanita yang telah berjuang untuk kehidupanmu, biarpun itu….”Ujar mamanya mengantungkan omongannya.
“Udah…mama…udah…” tangis Rani didalam kamar.
***
Seminggu kemudian!
“Mah, Rani anak siapa? Orang tua Rani siapa? Kenapa Rani di temukan mamah?” tanya Rani menatap wajah mamahnya.
“Itu yang mamah nggak tahu, mamah menemukan kamu di teras rumah ini” kata mamahnya menatap wajah Rani dengan lembut.
Rani mearik napas dalam-dalam seperti membuang beban yang berat menghimpit hatinya. Mamahnya menatap wajah Rani dengan lembutnya, semilirnya angin sore itu mengelus rambut Rani yang hitam dan panjang. Mamahnya langsung mencium kening Rani dengan lembutnya, dia merasakan kalau selama ini mamahnya sangat sayang sama dia. Belum sempat Rani membalas ciuman mamahnya, tiba-tiba sebuah suara keras memekakan telinga keduanya. Di depan rumah seorang wanita setengah baya tertabrak motor yang melaju dengan kencangnya, tubuh itu terpental jauh bebebrapa meter di tempatnya. Rani dan mamahnya langsung menghampiri wanita itu
Rani hampir berteriak setelah tahu, kalau wanita yang pernah ditemui itu bersimbah darah
“Ibu…ibu…ibu…” teriak Rani mengonyang-gonyangkan tubuh separuh baya itu, tapi wanita itu hanya diam saja. Mereka dengan cekatan langsung membawa wanita itu ke Rumah sakit yang tak jauh dari rumah dia. Dan yang paling dikwatirkan Rani dan mamahnya terjadi juga, persediaan darah habis, sedangkan wanita itu membutuhkan darah golongan A+ sedangkan jarang ada orang yang memiliki darah seperti itu kecuali anak kandungnya sendiri.
“Dok, please! Periksa darahku dulu” Kata Rani memohon sama dokter.
“Nggak mungkin bisa, kerena hanya anak kandungnya saja yang bisa mendonorkan darah sama ibu itu.
“Dok, dokter belum periksa darakku kenapa dokter bisa ngomong seperti itu? Kecuali kalau dokter telah memeriksa darahku baru dokter bisa memutuskan semuanya: teriak Rani kesal”
“Sudah lah, Ran. Kita nggak akan bisa menolong ibu itu” Ujar mamahnya pasrah
Dokter hanya bisa mengelengkan kepala melihat keteguhan hati Rani. Dia tetap ingin mendonorkan darahnya, terpaksa dokter mengajak Rani untuik memeriksakan darahnya untuk mendonorkan darahnya pada wanita itu.
“Aheh!” kata dokter itu stelah mengambil darah Rani.
“Kenapa dok?” tanya suster yang mendampinginya
“Darah gadis ini sama seperti yang kita butuhkan, jangan-jangan dia?”
Rani yang mendengarkan percakapan dokter dan suster hanya termanggu saja, ada sebuah getaran yang halus menyelusupi hati yang paling dalam, sebuah kerinduan yang begitu meluap.
“Kalau memang wanita itu….? Darah itu kado untukmu, ibu”