Sabtu, 28 Februari 2009

Hadiah Buat Bunda

Edisi 24/ th. 1/ 27 Desember-10 Januari 2009

Cermin Aulia

Desember telah datang!

Aku mempersiapkan sebuah hadiah untuk bunda. Aku membeli sebuah kalung yang berliontin berbentuk hati, biarpun hadiah itu nggak mungkin bisa membalas jasa bunda tapi aku ingin bunda mendapatkan hadiah itu dari uang hasil jerih payah aku. Aku rela saum demi membelikan hadiah untuk Bunda. Aku membanyangkan wajah bunda akan berseri-seri menerima hadiah dari aku, niatku akan memberikan hadiah itu pada tanggal 22 Desember, jatuh pada hari ibu. Tanggal itu juga tanggal ulang tahun bunda yang ke 60 tahun. Baru kali ini aku memberikan hadiah berupa kalung liontin untuk bunda, jadi aku ingin moment hari ibu maupun ulang tahun bunda jadi moment yang paling indah buat bundaku.

O,ya! Aku anak bungsu dari empat bersaudara, semua kakakku sudah pada nikah dan punya rumah masing-masing, kecuali kakakku yang ketiga masih tinggal bersama bunda soalnya bunda tinggal sendirian setelah ayah meninggal, Aku kuliah di Untirta baru semester empat, kalau pulang paling liburan semester saja, Aku jarang pulang kekampung, jadi untuk kebutuhan sehari-hari aku kerja sebagai penulis

“Rin, kamu nggak pulang kampung?” tanya Widi

“Nggak, insya Allah pulang ketika hari ibu saja. Aku ingin memmberikan hadiah hari ibu untuk bunda” jawab Airin pada Widi

“Hadiah apa yang kamu berikan buat ibumu?” tanya Widi sambil menatap wajah sahabatku dengan seksama.

Aku langsung beranjak dari tempat dudukku, aku masuk kedalam kamar kostan dan mengambil sebuah kotak berwarna merah yang berisikan sebuah kalung untuk bunda. Setelah mengambil kotak itu, aku menghampiri Widi memberikan sebuah kotak ketangan Widi, dia menerimanya dan membuka tutup kotak itu dia juga mengambil kalung yang aku simpan rapih. Dia berdecak kagum malihat kalung itu.

“Harganya berapa?” mata Widi terbelalak seketikan juga

“Nggak di jual” godaku pada Widi

Widi hanya diam saja, dibibirnya ada senyuman manis kearahku.

Beberapa kali Widi berdecak kagum kearahku, dia memuji aku kerena aku bisa membelikan sebuah kalung yang mahal untuk bunda, tapi bagiku harga bukan masalah kalau mengingat seberapa jauh bunda slalu menyanyangiku, dan pengorbanannya padaku dan juga pada saudara-saudaraku. Jadi kalau ingat hadiah itu tidak begitu seberapa kalau dibandingkan dengan cinta bunda sama aku dan kakakku. Yah! Kalau ingat jasa bunda begitu besar sama anaka-anaknya, biarpun kami sering melakukan salah sama bunda tapi bunda slalau mememberikan samudra maafnya yang luas. Biarpun aku dan kakakku memberikan nyawa sekalipun jasa ibu tak akan pernah bisa dibalas oleh apapun juga.

“Harga berapa, sih! mimik Widi serius sekali

“Satu juta setengah” ujarku riang sekali

“Ha, satu juta setengah, mahal sekali” Kata Widi

“Bagiku itu nggak seberapa kalau kita bandingkan dengan jasa orang tua kita, jasa mereka nggak akan kita balas”

“Iya, sih! Kalau itu. Aku juga tahu, semuanya nggak akan bisa membelasnya biarpun kita memberikan nyawa sekalipun” ujar Widi sambil menyimpan kotak itu ke meja dekat dipan.

“O,ya! Kamu kapan pulang?” tanya Widi lagi

“Insya Allah tanggal 21 Desember, aku pulang sambil memberikan hadiah ini.

“Jadi masih lama dong! Kamu di Serangnya”

Aku menganguk mengiyakan omongan Widi sahabatku. Setelah bincang-bincang Widi pamit pulang ke kostannya yang tak jauh dari kostanku hanya beberapa rumah saja dari rumah kotsanku itu. Setelah Widi pulang aku langsung meraih kotak itu, aku peluk kotak itu dengan kerinduan yang mendalam sekali. Aku akan senang sekali kalau bundaku menerima ini dengan sebuah ciuman yang paling hangat padaku, biarpun aku tidak memmbrikan apapun juga bunda sering menciaum dan memeluk aku, saat aku tidur. Bukan itu saja bunda pun sering membangunkan aku dari tidur yang lelap sambil mencium keningku dengan lembut, dan mengusap rambutku yang sebahu. Aku merindukan kehangatan bunda, ciuman, usapannya dan tutur sapa yang lembut sekali. Hatiku hanya ada satu nama yang begitu indah yaitu bunda, bunda yang slalu menemani hari-hariku, bunda slalau melindungi aku biarpun aku kuliah juga bunda slalu menjaga aku biarpun itu nyawa taruhannya. Ketulusan bunda yang jadi permataku.

Tanggal 20 Desember 2008

Semangatku melambung!

Kado untuk bunda udah aku siapkan, akupun telah membungkus kado itu dengan kertas kado yang berwarna pink. Aku ingin ketemu bunda saat itu juga. Sejak Idul Fitri kemarin aku nggak pulang-pulang ke rumah, ada kerinduan yang menyusup hatiku yang paling dalam. Aku mengambil kado itu dan memasukan ke dalam tasku yang akan aku bawa ke rumah, satu hari lagi aku akan pulang. Insya Allah aku pulang dari Serang pukul 16.00 dan kalau nggak ada halangan aku sampai kerumah bakda magrib aku sampai kerumah. Saat itu juga aku akan memberikan kado itu untuk bunda. Malam harinya aku keluar menuju rentalan komputer, aku menulis beberapa tulisan untuk bunda dan aku menempelkan tulisan itu di kado bunda yang akan aku berikan di malam hari ibu juga malam itu bunda ulang tahun.

Malam telah larut!

Malam itu aku gelisah sekali, sebenarnya aku ngantuk sekali tapi mata aku nggak bisa dipinjamkan sama sekali. Aku gelisah. Pikiranku melanyang entah keman, aku juga ianta bunda, ingat rumah, kakak maupun almarhum ayahku yang telah meninggal dunia ketika aku SMU kelas tiga. Tiba-tiba hatiku terasa sakit kalau ingat kematian ayahku, menurut para saksi ayah meninggal kerena kecelakaan di tabrak mobil dan orang itu nggak tangungjawab sama sekali. Aku, sih! Saat ayah kecelakaan aku di sekolah dan baru tahu setelah aku pulang kerumah. Bunda yang pertama kali yang ngasih tahu kalau ayah meninggal dunia, aku keget dan sedih baget mendengar ayahku meninggal, betapa tidak sosok ayah adalah sosok laki-laki yang tangungjawab, sering menyanyangi bunda. Biarpun bunda punya salah pada ayah, ayah ngak pernah memukul bunda.

Kalau melihat rumah tangga bunda dan ayah penuh romantis! Mereka sering saling mengoda, bercanda, kalau melihat itu aku hanya tersenyum. Bunda dan ayah kaya anak kecil apalagi kalau mereka saling bercanda, mereka sering lari-larian di depan anak-anaknya. Keempat anaknya hanya terpaku melihat kemesraan kedua orang tuanya. Tapi kebahagiaan itu runtuh setelah ayah meninggal dunia, ayah tidak meninggalkan apa-apa kecuali sebuah perpustakaan untukku, malam itu semakin larut! Aku melihat jam di hpku, menunjukan jam 03.00 dini hari. Tiba-tiba aku tak sadar lagi. Tidur terlelap saat malam akan berganti dengan pagi.

Pakupatan 16.00

Di pakupatan aku langsung naik mobil jurusan Cibaliung. Mobil itu melaju dengan kencangnya, elusan angin mengelus kerudungku, elusan angin itu melelapkan aku, di perjalanan aku tertidur dengan lelapnya. Aku tidak tahu keadaan mobil yang aku tumpangi, masalahnya aku tadi malam tidak tidur, aku tidur baru beberapa jam suara adzan subuh berkumandang dengan merdunya menyapa telinggaku, dalam keadaan mengantuk aku bangun dan shalat subuh. Tadi sesudah shalat aku ingin tidur tapi Widi datang mengajak aku kekampus dengan malasnya aku ikut Widi masalahnya aku dan Widi ada tugas di kampus.

Airin masih terbuai oleh elusan angin yang mengelus lembut kearahnya.. kenek mobil tak tega untuk membangunkan Airin dari tidurnya, semua penumpang sudah membenyar ongkos tranportasinya hanya Airin saja yang belum membanyar.

“Neng…Neng…” Pangil seorang ibu membangunkan Airin

“Ibu” Ucapku bangun dari tidur, aku langsung melihat sekelilingku, mobil baru nyampe Cikedal. Aku langsung mengeser tempat duduk, dan ibu tadi duduk di tempat dudukku. Aku manarik napas dalam-dalam, banyangan wajah bunda membanyang kuat. Ada rindu dalam hatiku, aku langsung membuka tasku dan mengeluarkan kado untuk bunda, ada senyum dalam bibirku.

Mobil melaju denmgan kencangnya. Semua daerah telah di lewati kecuali Panimbang, saat mobil berhenti di perapatan Panimbang aku langsung turun dan naik ojeg. Di perjalanan banyangan wajah bunda terbanyang slalu, senyuman bunda, mata bunda dan semua yang bunda lakukan padaku aku ingat semuanya. Ada kerinduan yang meletup-letup dihatiku yang paling dalam.

Setelah sampai ke rumah. Rumah itu sepi sekali, biasanya juga begitu. Bunda slalu di dalam rumah apalagi adzan magrib berkumandang memanggil para muslim dan muslimah untuk menunaikan ibadah shalat. Aku langsung membanyar ongkos ojeg, aku berlari kecil menghampiri pintu rumahku, di dalam rumah aku mendengar suara ponakan rame sekali! Setelah mengucapkan salam, dan dibalas salamku kakak pertamaku yang membukakannya.

“Bunda mana?” tanyaku setelah kakakku membuka pintu rumah.

Kak Ryan bukannya menjawab pertanyaanku dia malah memandang kearahku dengan tatapan yang berbeda sakali. Belum sempat aku omong kak Ranty menghampiri aku dan akak Ryan yang berada didepan pintu.

“Kak, bunda mana? Masih shalat yah!” Ujarku pada kak Ranty.

Kak Ranty juga bukan menjawab, dia merangkul aku dengan cintanya. “kita masuk dulu, minum yah!’ tawar kaka Ranty memandang wajahku dengan lembutnya.

Aku mengikuti kak Ranty ke ruang tamu, sedangkan ponakanku di ruang TV yang hanya di sekaat oleh gorden warna merah, warna kesukaan bunda. Sedangkan ketiga kakakku kini menghampiri aku dan mencium pipi kakan kiriku.

“Kak, bunda mana? O.ya! Airin ingin memberikan hadiah ini buat bunda. Besok bunda ulang tahun dan besok juga bunda ulang tahun” kataku sambil membuka tasku dan mengambil sebuah kotak yang berbentuk kotak di bungkus oleh kertas kado berwarna pink.

“Rin, maafkan kakak nggak ngasih tahu kamu sebelumnya, sebenarnya bunda sudah meninggal dua minggu yang lalu, Bunda meninggal ketika shalat idul Adha kemarin. Sebenarnya kakak akan ngasih tahu kamu saat itu, tapi kak Ryan melarang soalnya kak Ryan takut kuliahmu ke ngangngu” cerita kak Ranty menatap wajahku.

“Ini nggak mungkin!” teriakku keras sekali. Aku l;angsung berlari kearah kamar bunda, aku ingin bunda ada di sana , tapi bunda tidak ada di kamarnya, aku langsung membuka kamarku bunda sering tiduran di kamarku tapi tetap saja nggak ada. Aku ambruk seketika juga.

Pagi itu!

Aku menuju kuburan bunda, aku menyesal sekali kenapa Idul Adha kemarin aku nggak pulang untuk melihat wajah bunda.

“Bun, bunda nggak membutuhkan kalung itu, tapi Airin janji akan memberikan doa untuk hadiah ulang tahun dan hari ibu yang jatuh pada hari ini. Bun, hanya do’a yang Airin berikan buat hadiah untuk bunda. Moga bunda di tempatkan di sisi Allah”

Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar